Home »
Budaya Nusantara
,
Mitos dan Legenda
,
Ritual Budaya
,
Seni Budaya
,
Seni Pertunjukan
,
Tarian Tradisional
» Kuda Lumping; Kesenian Bertabur Mistik
Kuda Lumping; Kesenian Bertabur Mistik
Kuda lumping, jika kita mendengar dua kata ini pasti asosiasi kita
langsung tertuju pada salah satu kesenian tradisional yang sangat kental
dengan suasana mistik. Dan memang secara garis besar kesenian kuda
lumping yang sudah ada sejak dulu dan tidak diketahui siapa pencetus
pertamanya ini berisiskan atraksi mendebarkan seperti makan beling,
makan arang, dan sebagainya yang dilakukan oleh sang penari kuda
lumping.
Nama kuda lumping sendiri kemungkinan besar didapat dari kekhasan para
penarinya yang selalu menunggangi kuda bohongan yang terbuat dari
lumping (kulit binatang) dalam setiap aksinya. Dalam tiap pertunjukkan
para penari kuda lumping yang pada awal kemunculannya selalu diperankan
oleh anak-anak remaja putri (kini seiring perkembangan zaman para penari
kuda lumping umumnya digantikan oleh para remaja putra dan kalaupun
tetap menyertakan penari putri itu hanya semata-mata sebagai hiasan saja
karena tak lagi ikut melakukan aksi-aksi yang mendebarkan seperti makan
beling, sabut kelapa, dll) dengan iringan gamelan seperti gong, kenong,
kendang dan slompret mereka menari-nari sampai kemudian sang pawang
melecutkan pecutan (cambuk) hingga terdengar bunyi yang sangat keras.
Pada saat penari kuda lumping yang sedang menari ini begitu mendengar
suara lecutan yang sangat keras tiba-tiba saja mereka menjadi trance bak
orang kesurupan. Konon suara lecutan dari sang pawang yang sebelumnya
merapal mantra-mantra inilah yang menjadikan pemain kuda lumping
kehilangan kesadarannya dan masuknya kekuatan mistik ke dalam tubuh
mereka.
Dengan menaiki kuda dari lumping binatang tersebut, penunggang kuda yang
pergelangan kakinya diberi kerincingan ini pun mulai
berjingkrak-jingkrak, melompat-lompat hingga berguling-guling di tanah.
Selain melompat-lompat, penari kuda lumping pun melakukan atraksi
lainnya, seperti memakan beling dan mengupas sabut kelapa dengan
giginya. Beling (kaca) yang dimakan adalah bohlam lampu yang biasa
sebagai penerang rumah kita. Lahapnya ia memakan beling seperti layaknya
orang kelaparan, tidak meringis kesakitan dan tidak ada darah pada saat
ia menyantap beling-beling tersebut.
Dari hampir sepanjang pertunjukan kuda lumping ini bunyi lecutan dari
cambuk sang pawang maupun dari para penari kuda lumping sendiri tak
henti-hentinya berbunyi. Konon setiap lecutan yang mengenai kaki atau
bagian tubuh lainnya dari sang penari akan membuatnya semakin perkasa
dan dan digdaya. Maka dari itu para penari kuda lumping ini acap kali
dengan sengaja melecutkan cambuknya agar mengenai kaki untuk mendapatkan
efek magis itu.
Begitu semua permainan telah dimainkan dan sang penari sudah terlihat
lelah, maka sang pawang pun akan maju ke arena pertunjukan untuk
mendatangi para pemain kuda lumping. Dan dengan mantra tertentu sang
pawang pun mengusap wajah penari kuda lumping satu-persatu untuk
mengembalikan kesadaran mereka.
Maka begitu kesadaran sang penari semuanya telah pulih dan kembali
seperti semula pertunjukan kuda lumping pun usai. Tinggalah kini sang
pawang meneliti satu persatu para pemainnya kalau-kalau ada di antara
mereka yang terluka ketika mereka memainkan atraksi berbahaya tadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar